semoga bermanfaat :)
TEORI BELAJAR SOSIAL
A.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar merupakan tindakan dan perilaku
siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar yang dialami oleh siswa sendiri.
Dimyati dan Mujiono (1996:7) mengemukakan siswa adalah penentu terjadinya atau
tidak terjadinya proses belajar. Tiap ahli psikologi memberi batasan yang
berbeda tentang belajar, atau terdapat keragaman dalam cara menjelaskan dan
mendefinisikan makna belajar.Belajar merupakan sesuatu yang sangat penting
sekali dalam rentang perkembangan pada diri seseorang, dengan belajar seseorang
telah mengalami suatu proses menuju kearah yang lebih baik.
Dalam kaitannya dengan belajar ini
sangat banyak teori- teori yang membahas tentang belajar.Dimana
teori belajar merupakan unsur penting dalam pendidikan. Tanpa teori
pembelajaran tidak akan ada suatu kerangka kerja konseptual yang digunakan
sebagai dasar untuk melaksanakan pembelajaran. Dalam perkembangannya, terdapat
banyak sekali teori-teori yang berkembang dari tokoh-tokoh psikologi salah
satunya adalah teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura.
Teori pembelajaran sosial (social learning theory) biasa juga
disebut pembelajaran observasional (observational
learning), telah memberi penekanan tentang bagaimana perilaku manusia
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar melalui penguatan (reinforcement) dan pembelajaran peniruan serta cara berfikir yang
kita miliki terhadap sesuatu dan juga sebaliknya, yaitu bagaimana tingkah laku
kita mempengaruhi orang yang ada disekitar dan menghasilkan penguatan (reinforcement) dan peluang untuk
diperhatikan oleh orang lain (observational
opportunity).
Menurut Bandura, proses mengamati
dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan
belajar.Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi
timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh
lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola
belajar sosial jenis ini. Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan
bagaimana seseorang belajar dalam keadaan atau lingkungan sebenarnya. Bandura
(1977) menghipotesiskan bahwa tingkah laku, lingkungan dan kejadian-kejadian
internal pada pelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi merupakan hubungan
yang saling berpengaruh atau berkaitan (interlocking). Menurut Albert Bandura
lagi, tingkah laku sering dievaluasi, yaitu bebas dari timbal balik sehingga
boleh mengubah kesan-kesan personal seseorang. Pengakuan sosial yang berbeda
mempengaruhi konsepsi diri individu.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa Pengertian dari Teori Belajar
Sosial ?
2.
Bagaimana Ruang Lingkup Teori
Belajar Sosial itu ?
3.
Bagaimana Penerapan dari Teori
Belajar Sosial ?
4.
Bagaimana Contoh Aplikasi dari Teori
Belajar Sosial tersebut ?
5.
Apa saja Kelemahan dan Kelebihan
dari Teori Belajar Sosial ?
1.3 Tujuan
1.
Dengan adanya makalah mengenai ini, penulis berharap
akan dapat memberikan wahana pengetahuan bagi pembaca berkaitan dengan Teori Belajar Sosial.
2.
Menjadikan pedoman dalam pengaplikasian dalam kehidupan bermasyarakat.
B.
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial merupakan
perluasan teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1969). Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha
menjelaskan belajar dalam situasi alami. Adapun pengertian dari teori pembelajaran sosial (social learning theory) atau
pembelajaran observasional (observational
learning) yaitu :
§ Pembelajaran
observasional merupakan pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati
dan meniru perilaku orang lain (John W.Santrock : 2008).
§ Pembelajaran
observasional merupakan
proses dimana informasi diperoleh dengan memerhatikan kejadian-kejadian dalam
lingkungan (B.R.Hergenhahn dan Matthew HOlson : 2008).
Studi
Boneka Bobo Klasik
Dalam
sebuah eksperimen yang dilakukan Bandura (1965) mengilustrasikan bagaimana
pembelajaran dapat dilakukan hanya dengan mengamati model yang bukan sebagai
penguat atau penghukum. Dalam
eksperimen ini, anak –
anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.Eksperimen
ini juga mengilustrasikan perbedaan antara pembelajaran dan kinerja
(performance). Sejumlah
anak taman kanak-kanak secara acak ditugaskan utuk melihat tiga film dimana ada
seseorang (model) sedang memukuli boneka plastik seukuran orang dewasa yang
dinamakan boneka Bobo.
Dalam film Pertama,
penyerangnya diberi permen, minuman ringan dan dipuji karena melakukan tindakan
agresif. Dalam film Kedua, si penyerang
ditegur dan ditampar karena bertindak agresif. Dalam film Ketiga, tidak ada
konsekuensi atas si penyerang boneka. Kemudian masing-masing anak dibiarkan
sendiri berada di ruangan penuh mainan, termasuk boneka Bobo. Perilaku anak
diamati melalui cermin satu arah. Anak yang menonton film dimana perilaku
penyerang diperkuat atau tidak dihukum apapun lebih sering meniru tindakan
model ketimbang anak yang menyaksikan si penyerang dihukum. Seperti yang
diduga, anak lelaki lebih agresif ketimbang anak perempuan.Namun, poin penting
dalam studi ini adalah bahwa pembelajaran observasional terjadi sama
ekstensifnya baik itu ketika perilaku agresif diperkuat maupun tidak diperkuat.
Poin penting kedua dalam
studi ini difokuskan pada perbedaan antara pembelajaran dan kinerja. Karena
murid tidak melakukan respons bukan berarti mereka tidak mempelajarinya. Dalam
studi Bandura, saat anak diberi insentif
( dengan stiker atau jus buah) untuk meniru model, perbedaan dalam
perilaku imitatif anak dalam tiga kondisi itu hilang. Bandura percaya bahwa
ketika anak mengamati perilaku tetapi tidak memberikan respons yang dapat
diamati, anak itu mungkin masih mendapatkan respons model dalam bentuk
kognitif.
Studi
ini menarik karena ia menunjukkan bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh
pengalaman tak lansung atau pengalaman pengganti. Dengan kata lain, apa yang
mereka lihat dilakukan atau dialami orang lain akan mempengaruhi perilaku
mereka. Anak-anak di kelompok pertama mendapatkan penguatan dari pengamatan (vicarious reinforcement)
dan mereka difasilitasi untuk keagresifan mereka. Sedangkan anak-anak di
kelompok kedua mendapatkan ancaman pengamatan (vicarious punishment), dan
mereka dihalangi perilaku agresifnya. Meskipun anak-anak tidak mendapatkan
pengalaman penguatan maupun ancaman secara langsung, mereka memodifikasi
perilakunya secara sama (Hergenhahn dan Olson, 1997).
2.2
Ruang
Lingkup Teori Belajar Sosial
1.
Determinisme
Resiprokal (Reciprocal Determinism)
Bandura mengembangkan model Determinisme
Resiprokalyang terdiri
dari tiga faktor utama, yaitu perilaku, person / kognitif, dan lingkungan.
Seperti dalam gambar, faktor-faktor ini bisa saling berinteraksi untuk
mempengaruhi pembelajaran, yakni faktor lingkungan memengaruhi perilaku,
perilaku memengaruhi lingkungan, faktor person (orang/kognitif) memengaruhi
perilaku dan sebagainya.Bandura menggunakan istilah person, tapi memodifikasi
menjadi person (cognitive) karena
banyak faktor orang yang dideskripsikannya adalah faktor kognitif.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif)
memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura
(1997,2001) pada masa belakangan ini adalah self-efficiacy,
yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menhasilkan
hasil positif. Bandura mengatakan bahwa self-efficiacy
berpengaruh besar terhadap perilaku. Misalnya, seorang murid yang self-efficiacy-nya rendah mungkin tidak
mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian karena dia tidak percaya bahwa
belajar akan bisa membantunya mengerjakan soal.Adapun konsep utama dari teori
belajar Albert Bandura adalah sebagai berikut :
a.
Pemodelan
Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar
sosial Albert Bandura. Menurut Bandura sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan
secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. (Arends, 1997:67).
Seseorang belajar menurut teori ini dilakukan dengan
mengamati tingkah laku orang lain (model), hasil pengamatan itu kemudian
dimantapkan dengan cara menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman
sebelumnya atau mengulang-mengulang kembali. Dengan jalan ini memberi
kesempatan kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku yang
dipelajari.
Berdasarkan pola perilaku tersebut, selanjutnya
Bandura mengklasifikasi empat fase belajar dari pemodelan, yaitu :
1.
Fase Atensi
Fase pertama dalam belajar pemodelan adalah memberikan perhatian pada
suatu model.Pada umumnya seseorang memberikan perhatian pada model-model yang
menarik, popular atau yang dikagumi.Dalam pembelajaran guru yang bertindak
sebagai model bagi siswanya harus dapat menjamin agar siswa dapat memberikan
perhatian kepada bagan-bagian penting dari pelajaran. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara menyajikan materi pelajaran secara jelas dan menarik, memberikan penekanan
pada bagian-bagian penting, atau dengan mendemonstrasikan suatu kegiatan. Di
samping itu suatu model harus memiliki daya tarikn (Woolfolk, 1993).Misalnya
untuk menjelaskan bagian-bagian bola mata guru seharusnya menggunakan gambar
model mata, dengan variasi warna yang bermacam-macam sehingga bagian-bagian
mata tersebut tampak jelas dan siswa termotivasi untuk mempelajarinya.
2.
Fase
Retensional
Menurut Gredler, (dalam Sudibyo, E. 2001:5), fase ini bertanggung jawab
atas pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode itu di dalam ingatan
(memori jangka panjang). Pengkodean adalah proses pengubahan pengalaman yang
diamati menjadi kode memori. Arti penting dari fase ini adalah bahwa si
pengamat tidak akan dapat memperoleh manfaat dari tingkah laku yang diamati
ketika model tidak hadir, kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan disimpan
dalam ingatan untuk digunakan pada waktu kemudian.
Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang guru dapat menyediakan waktu pelatihan, yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergiliran, baik secara fisik maupun secara mental.Misalnya mereka dapat menvisualisasikan sendiri tahap-tahap yang telah didemonstrasikan dalam menggunakan busur, atau penggaris sebelum benar-benar melakukannya.
Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang guru dapat menyediakan waktu pelatihan, yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergiliran, baik secara fisik maupun secara mental.Misalnya mereka dapat menvisualisasikan sendiri tahap-tahap yang telah didemonstrasikan dalam menggunakan busur, atau penggaris sebelum benar-benar melakukannya.
3. Fase
Reproduksi
Dalam fase ini
kode-kode dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari tingkah laku
yang baru diamati. Derajat ketelitian yang tertinggi dalam belajar mengamati
adalah apabila tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara mental. Fase reproduksi
dipengaruhi oleh tingkat perkembangan individu. Fase reproduksi mengizinkan
model untuk melihat apakah komponen-komponen urutan tingkah laku sudah dikuasai
oleh si pengamat (pebelajar).Pada fase ini juga si model hendaknya memberikan
umpan balik terhadap aspek-aspek yang sudah benar ataupun pada hal-hal yang
masih salah dalam penampilan.
4. Fase Motivasional
Pada fase ini si pengamat akan termotivasi untuk meniru model, sebab
mereka merasa bahwa dengan berbuat seperti model, mereka akan memperoleh penguatan.
Memerikan penguatan untuk suatu tingkah laku tertentu akan memotivasi pengamat
(pebelajar) untuk berunjuk perbuatan. Aplikasi fase motivasi di dalam kelas
dalam pembelajaran pemodelan sering berupa pujian atau pemberian nilai.
2.
Belajar
Vicarious
Sebagian besar belajar
observasional termotivasi oleh harapan bahwa meniru model dengan baik akan
menuju pada pada reinforcement. Akan tetapi, akan ada orang yang belajar dengan
melihat orang diberi reinforcement atau dihukum waktu terlibat dalam perilaku-perilaku
tertentu. Inilah yang disebut belajar “vicarious”.
Guru-guru dalam kelas selalu
menggunakan prinsip belajar vicarious.Bila seorang murid berkelakuan tidak
baik, guru memperhatikan anak-anak yang bekerja dengan baik dan memuji mereka
karena pekerjaan mereka yang baik itu. Anak yang nakal itu melihat bahwa
bekerja memperoleh reinforcement sehingga ia pun kembali.
3. Perilaku Diatur-Sendiri (Self-Regulated Behavior)
Bandura mengatakan bahwa
perilaku manusia sebagian besar merupakan perilaku yang diatur oleh dirinya
sendiri (self-regulated behavior).
Manusia belajar suatu standar performa (performance
standards), yang menjadi dasar evaluasi diri. Apabila tindakan seseorang
bisa sesuai atau bahkan melebihi standar performa, maka ia akan dinilai
positif, tetapi sebaliknya, bila dia tidak mampu berperilaku sesuai standar,
dengan kata lain performanya dibawah standar, maka ia akan dinilai negatif.
Bandura berhipotesis bahwa
manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku terhadap
kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi reinforcement atau hukuman
pada dirinya sendiri.Kita semua mengetahui bila kita berbuat kurang daripada
yang sebenarnya.Untuk dapat membuat pertimbangan-pertimbangan ini, kita harus
mempunyai harapan tentang penampilan kita sendiri. Seorang siswa mungkin sudah
merasa senang sekali memperoleh 90% betul dalam suatu tes, tetapi anak yang
lain mungkin masih kecewa.
2.3
Penerapan
Teori Belajar Sosial
-Upaya Peningkatan Minat Baca dalam Keluarga
Minat baca seseorang dapat diartikan sebagai kecenderungan hati yang
tinggi orang tersebut kepada suatu sumber bacaan tertentu. Minat baca yang
dikembangkan dalam keluarga terutama sejak usia dini selanjutnya dapat
dijadikan landasan bagi berkembangnya
budaya baca.
Interaksi yang terjalin antara orang tua dan anaknya akan sangat
berpengaruh pada pembentukan pribadi seorang anak dengan interaksi yang baik
dan hangat, anak akan mendapatkan pengalaman yang sangat berarti dan mewarnai
sikap , perilaku serta kepribadian yang pada akhirnya akan membentuk konsep
dirinya . Anak amanah bagi kedua orang
tuanya yang masih bersih dan merupakan permata yang sangat berharga.
Keluarga sebagai bagian terkecil dari sistem sosial negara merupakan
tempat pendidikan generasi penerus yang pertama dan utama. Dalam keluarga pula
dikembangkan nilai-nilai yang akan membentuk ketika seorang anak menjadi dewasa
kelak. Pada awalnya melalui proses pendidikan di lingkungan keluarga ,
anak-anak mulai dikenalkan dengan nilai-nilai budaya , budi pekerti yang berlaku
dalam masyarakat . Anak menjadi paham sikap apa yang tidak boleh dan apa yang
boleh dilakukan . Melalui proses ini anak-anak mulai mengenal tata cara yang
berlaku dalam masyarakat sehingga akan meningkatkan kualitas hidupnya.
Saat ini minat baca khususnya di Indonesia dapat dikatakan masih rendah seperti pada paparan Badan Pusat
Statistik (BPS) pada tahun 2006, ternyata masyarakat Indonesia lebih memilih
menonton TV (85 %) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca Koran
(23, 5%) .Data-data diatas menunjukkan bahwa minat baca di Indonesia masih
rendah . Maka disinilah peran keluarga dalam menanamkan minat baca anak semenjak dini terus menerus
di lakukan agar dapat menciptakan generasi penerus yang mempunyai minat baca
tinggi.
Peran keluarga dalam
memberikan keteladanan untuk
memotivasi anak-anaknya agar
menggemari budaya membaca dapat
dilakukan dengan membangun sebuah perpustakaan keluarga sehingga dalam
saat-saat senggangnya sebuah keluarga dapat berkumpul di suatu tempat yang
dijadikan perpustakaan keluarga sehingga akan tercipta budaya membaca dengan
sendirinya tanpa pihak orang tua harus memaksa-maksa anak untuk membaca
buku-buku pelajaran misalnya: Orang tua
juga dituntut untuk memberikan keteladanan untuk menyukai membaca buku-buku yang
bermutu sehingga anak akan meniru kebiasaan ini dan tidak akan terjerumus
dengan membaca buku-buku yang tidak baik seperti buku-buku porrnografi
misalnya. Maka sesuai dengan teori Bandura dimana orang tuanya sebagai model
yang akan ditiru oleh anaknya, maka apa yang akan dilakukan orang tuanya akan
dilakukan pula oleh anaknya. Orang tua menggemari membaca , maka anaknyapun
akan mempunyai kebiasaan pula membaca tanpa harus ada keterpaksaan.
2.4
Contoh Aplikasi Teori Belajar
Sosial
Contoh
aplikasi teori belajar Bandura adalah ketika seorang anak belajar untuk
mengendarai sepeda. Ditahap perhatian, si anak akan tertarik mengamati para
pengendara sepeda dibanding dengan orang yang melakukan aktifitas lain yang dia
anggap kurang menarik. Oleh karena itu, ia akan mengamati bagaimana seseorang
mengayuh sepeda. Selanjutnya pada tahap penyimpanan dalam ingatan si anak akan
tersimpan bahwa bersepeda itu menyenangkan dan suatu saat jika waktunya tepat
ia akan meminta ayahnya (semisal) untuk mengajarinya mengendarai sepeda.
Semuanya itu kemudian dilaksanakan pada tahap reproduksi di mana si anak
kemudian benar-benar belajar mengendarai sepeda bersama sang ayah. Ketika anak
itu sudah berhasil, di sinilah tugas sang ayah untuk memberi reward sebagai
bentuk apresiasi atas keberhasilan sang anak sekaligus merupakan tahap
motivasi. Beberapa
contoh lain dijelaskan dalam poin-poin berikut:
·
Iklan
mie instan, di iklan tersebut diperlihatkan seseorang yang sedang melihat orang
lain makan mie instan dengan nikmatnya, membuatnya pada akhirnya makan mie
instan yang sama.
·
Melihat
kecelakaan di konser sebuah band nasional yang mengakibatkan seseorang
meninggal, seorang pemudi yang tadinya hendak menonton konser band tersebut di
kotanya menggagalkan niatnya.
·
Iklan
sebuah pasta gigi memperlihatkan seorang anak yang meniru kebiasaan ayahnya
makan, ribut sendiri karena menonton bola, dan cara ayahnya menggosok gigi.
·
Seorang
balita yang kecanduan rokok dan berkata kasar karena lingkungan (orang-orang
dewasa) sekitar terbiasa merokok dan berkata kasar.
·
Seorang
anak melompat dari lantai 4 sebuah rumah susun dengan menggunakan seprai
setelah melihat film superhero.
·
Sosialisasi
penggunaan helm dan mengendarai motor yang baik menggunakan suatu film pendek
yang mengilustrasikan seorang pemuda yang naik motor ugal-ugalan dan tidak
memakai helm, berakibat fatal; kaum muda yang melihatnya menggunakan helm dan
berkendara aman tak hanya untuk menghindari ditilang polisi, tetapi untuk
mengamankan dirinya.
·
Serangkaian
novel yang bercerita tentang percintaan vampir dengan manusia menjadi bestseller, memacu penulis lain untuk
menulis novel-novel yang bercerita tentang percintaan vampir-manusia.
2.5 Kelemahan
dan Kelebihan Teori Belajar Sosial
a.
Kelemahan
Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan
dalam teori behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah
mengenai peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan
pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya
dengan hanya melalui peniruan ( modeling ), sudah pasti terdapat sebagian
individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku
yang negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.
b.
Kelebihan
Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya
, karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui
system kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan
semata – mata reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi
yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu
sendiri.
Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning ( pembiasan merespon ) dan imitation ( peniruan ). Selain itu
pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian empiris dalam
mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang
menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor social dan kognitif.
C. PENUTUP
-Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat di
simpulkan bahwa : Teori belajar sosial atau teori observasional
dikembangkan oleh Albert Bandura (1969), seorang tokoh psikologi
yang menganut aliran Behaviorisme.Bandura kini menjabat sebagai David Starr Jordan Professor
of Social Science di Fakultas Psikologi Universitas Stanford.
Teori belajar sosial adalah pembelajaran yang terjadi ketika
seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain. Dengan kata lain, informasi
diperoleh dengan memerhatikan kejadian-kejadian dalam lingkungan. Dalam
percobaan boneka Bobo, Bandura mengilustrasikan bagaimana pembelajaran sosial
dapat terjadi bahkan dengan menyaksikan seorang model yang tidak diperkuat atau
dihukum.Dalam
eksperimen tersebut, anak
– anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.Eksperimen tersebut juga
menunjukkan perbedaan pembelajaran dan kinerja.Model determinisme pembelajaran
resiprokal Albert Bandura mencakup tiga
faktor utama : person/kognisi, perilaku, dan lingkungannya. Faktor
person (kognitif) yang ditekankan Bandura belakangan ini adalah self-efficiacy,
keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai
dan menghasilkan hasil positif.
Konsep
utama dari teori belajar Albert Bandura adalah pemodelan, belajar vicarious,
dan perilaku
diatur-sendiri.Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar
sosial.Bandura mengklasifikasi empat fase belajar dari pemodelan, yaitufase atensi yang merupakan fasememberikan perhatian pada
suatu model, faseretensional yang merupakan fase pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode itu di dalam ingatan
(memori jangka panjang), fase reproduksi
yang merupakan fase dimana kode-kode dalam memori membimbing penampilan yang
sebenarnya dari tingkah laku yang baru diamati, dan yang terakhir adalah fase motivasional yang merupakan fase
dimana si pengamat
akan termotivasi untuk meniru model, sebab mereka merasa bahwa dengan berbuat
seperti model, mereka akan memperoleh penguatan.Belajar Vicarious, merupakan
cara belajar dengan melihat orang diberi reinforcement atau dihukum waktu
terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu.Perilaku diatur-sendiri, Bandura
mengatakan bahwa perilaku manusia sebagian besar merupakan perilaku yang diatur
oleh dirinya sendiri (self-regulated
behavior).
Teori belajarsosial Albert Bandura
memiliki kekurangan dan kelebihan sebagai teori belajar. Aplikasi dari teori
belajar ini telah banyak contohnya dan utamanya teori belajar sosial dapat
diaplikasikan terhadap pembelajaran Matematika. Dalam
proses pembelajaran menurut teori sosial Albert Bandura, seorang guru harus
dapat menghadirkan model yang baik. Model yang baik harus dapat mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap pembelajar sehingga dapat memberi perhatian kepada
si pembelajar.
-Dengan adanya teori belajar
sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura diharapkan seorang individu dalam
proses peniruan ,pilihlah hal yang positif karena meniru itu bukan berarti
harus sama. keyakinan
dan kemampuan diri harus di tingkatkan
untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif. Individu denganefikisa
diri tinggi akan memiliki komiymen yang kuat dalam memecahkan masalahnya dan
tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan
tidak berhasil. Olehnya
itu, elefasi diri sangat penting.
DAFTAR
PUSTAKA
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga
Hergenhahn, B.R.,
Olson, Matthew H. 2008. Theories of
Learning (Teori Belajar), edisi ke-7. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta : PT
Bumi Aksara
http://desyandri.wordpress.com/2014/01/21/teori-belajar-sosial-albert-bandura/
Di akses pada hari Minggu 14 September 2014 pukul 16:56 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar