Senin, 06 Oktober 2014

Makalah Belajar dan pembelajaran Teori Sosial

makalah selanjutnya mengenai Teori Belajar Sosial :)
semoga bermanfaat :)


                                                 

                                                 TEORI BELAJAR SOSIAL


 A.    PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar yang dialami oleh siswa sendiri. Dimyati dan Mujiono (1996:7) mengemukakan siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Tiap ahli psikologi memberi batasan yang berbeda tentang belajar, atau terdapat keragaman dalam cara menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar.Belajar merupakan sesuatu yang sangat penting sekali dalam rentang perkembangan pada diri seseorang, dengan belajar seseorang telah mengalami suatu proses menuju kearah yang lebih baik.
Dalam kaitannya dengan belajar ini sangat banyak teori- teori yang membahas tentang belajar.Dimana teori belajar merupakan unsur penting dalam pendidikan. Tanpa teori pembelajaran tidak akan ada suatu kerangka kerja konseptual yang digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan pembelajaran. Dalam perkembangannya, terdapat banyak sekali teori-teori yang berkembang dari tokoh-tokoh psikologi salah satunya adalah teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. 
Teori pembelajaran sosial (social learning theory) biasa juga disebut pembelajaran observasional (observational learning), telah memberi penekanan tentang bagaimana perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan sekitar melalui penguatan (reinforcement) dan pembelajaran peniruan serta cara berfikir yang kita miliki terhadap sesuatu dan juga sebaliknya, yaitu bagaimana tingkah laku kita mempengaruhi orang yang ada disekitar dan menghasilkan penguatan (reinforcement) dan peluang untuk diperhatikan oleh orang lain (observational opportunity).
Menurut Bandura, proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar.Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dalam keadaan atau lingkungan sebenarnya. Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa tingkah laku, lingkungan dan kejadian-kejadian internal pada pelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi merupakan hubungan yang saling berpengaruh atau berkaitan (interlocking). Menurut Albert Bandura lagi, tingkah laku sering dievaluasi, yaitu bebas dari timbal balik sehingga boleh mengubah kesan-kesan personal seseorang. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu.


1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa Pengertian dari Teori Belajar Sosial ?
2.      Bagaimana Ruang Lingkup Teori Belajar Sosial itu ?
3.      Bagaimana Penerapan dari Teori Belajar Sosial ?
4.      Bagaimana Contoh Aplikasi dari Teori Belajar Sosial tersebut ?
5.      Apa saja Kelemahan dan Kelebihan dari Teori Belajar Sosial ?


1.3  Tujuan

1.      Dengan adanya makalah mengenai ini, penulis berharap akan dapat memberikan wahana pengetahuan bagi pembaca berkaitan dengan Teori Belajar Sosial.
2.      Menjadikan pedoman dalam pengaplikasian dalam kehidupan bermasyarakat.










 B.     PEMBAHASAN
2.1      Pengertian Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial merupakan perluasan teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1969). Prinsip  belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami. Adapun pengertian dari teori pembelajaran sosial (social learning theory) atau pembelajaran observasional (observational learning) yaitu :
§  Pembelajaran observasional merupakan pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain (John W.Santrock : 2008).
§  Pembelajaran observasional merupakan proses dimana informasi diperoleh dengan memerhatikan kejadian-kejadian dalam lingkungan (B.R.Hergenhahn dan Matthew HOlson : 2008).
Studi Boneka Bobo Klasik
Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan Bandura (1965) mengilustrasikan bagaimana pembelajaran dapat dilakukan hanya dengan mengamati model yang bukan sebagai penguat atau penghukum. Dalam eksperimen ini, anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.Eksperimen ini juga mengilustrasikan perbedaan antara pembelajaran dan kinerja (performance). Sejumlah anak taman kanak-kanak secara acak ditugaskan utuk melihat tiga film dimana ada seseorang (model) sedang memukuli boneka plastik seukuran orang dewasa yang dinamakan boneka Bobo.

 








Dalam  film  Pertama, penyerangnya diberi permen, minuman ringan dan dipuji karena melakukan tindakan  agresif. Dalam film Kedua, si penyerang ditegur dan ditampar karena bertindak agresif. Dalam film Ketiga, tidak ada konsekuensi atas si penyerang boneka. Kemudian masing-masing anak dibiarkan sendiri berada di ruangan penuh mainan, termasuk boneka Bobo. Perilaku anak diamati melalui cermin satu arah. Anak yang menonton film dimana perilaku penyerang diperkuat atau tidak dihukum apapun lebih sering meniru tindakan model ketimbang anak yang menyaksikan si penyerang dihukum. Seperti yang diduga, anak lelaki lebih agresif ketimbang anak perempuan.Namun, poin penting dalam studi ini adalah bahwa pembelajaran observasional terjadi sama ekstensifnya baik itu ketika perilaku agresif diperkuat maupun tidak diperkuat.
Poin penting kedua dalam studi ini difokuskan pada perbedaan antara pembelajaran dan kinerja. Karena murid tidak melakukan respons bukan berarti mereka tidak mempelajarinya. Dalam studi Bandura, saat anak diberi insentif  ( dengan stiker atau jus buah) untuk meniru model, perbedaan dalam perilaku imitatif anak dalam tiga kondisi itu hilang. Bandura percaya bahwa ketika anak mengamati perilaku tetapi tidak memberikan respons yang dapat diamati, anak itu mungkin masih mendapatkan respons model dalam bentuk kognitif.
Studi ini menarik karena ia menunjukkan bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh pengalaman tak lansung atau pengalaman pengganti. Dengan kata lain, apa yang mereka lihat dilakukan atau dialami orang lain akan mempengaruhi perilaku mereka. Anak-anak di kelompok pertama mendapatkan penguatan dari pengamatan (vicarious  reinforcement) dan mereka difasilitasi untuk keagresifan mereka. Sedangkan anak-anak di kelompok kedua mendapatkan ancaman pengamatan (vicarious punishment), dan mereka dihalangi perilaku agresifnya. Meskipun anak-anak tidak mendapatkan pengalaman penguatan maupun ancaman secara langsung, mereka memodifikasi perilakunya secara sama (Hergenhahn dan Olson, 1997).

2.2      Ruang Lingkup Teori Belajar Sosial

1.      Determinisme Resiprokal (Reciprocal Determinism)
Bandura mengembangkan model Determinisme Resiprokalyang terdiri dari tiga faktor utama, yaitu perilaku, person / kognitif, dan lingkungan. Seperti dalam gambar, faktor-faktor ini bisa saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembelajaran, yakni faktor lingkungan memengaruhi perilaku, perilaku memengaruhi lingkungan, faktor person (orang/kognitif) memengaruhi perilaku dan sebagainya.Bandura menggunakan istilah person, tapi memodifikasi menjadi person (cognitive) karena banyak faktor orang yang dideskripsikannya adalah faktor kognitif.

            Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (1997,2001) pada masa belakangan ini adalah self-efficiacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menhasilkan hasil positif. Bandura mengatakan bahwa self-efficiacy berpengaruh besar terhadap perilaku. Misalnya, seorang murid yang self-efficiacy-nya rendah mungkin tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian karena dia tidak percaya bahwa belajar akan bisa membantunya mengerjakan soal.Adapun konsep utama dari teori belajar Albert Bandura adalah sebagai berikut :
a.       Pemodelan
Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial Albert Bandura. Menurut Bandura sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. (Arends, 1997:67).

Seseorang belajar menurut teori ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku orang lain (model), hasil pengamatan itu kemudian dimantapkan dengan cara menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang-mengulang kembali. Dengan jalan ini memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku yang dipelajari.
Berdasarkan pola perilaku tersebut, selanjutnya Bandura mengklasifikasi empat fase belajar dari pemodelan, yaitu :
1.            Fase Atensi
Fase pertama dalam belajar pemodelan adalah memberikan perhatian pada suatu model.Pada umumnya seseorang memberikan perhatian pada model-model yang menarik, popular atau yang dikagumi.Dalam pembelajaran guru yang bertindak sebagai model bagi siswanya harus dapat menjamin agar siswa dapat memberikan perhatian kepada bagan-bagian penting dari pelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyajikan materi pelajaran secara jelas dan menarik, memberikan penekanan pada bagian-bagian penting, atau dengan mendemonstrasikan suatu kegiatan. Di samping itu suatu model harus memiliki daya tarikn (Woolfolk, 1993).Misalnya untuk menjelaskan bagian-bagian bola mata guru seharusnya menggunakan gambar model mata, dengan variasi warna yang bermacam-macam sehingga bagian-bagian mata tersebut tampak jelas dan siswa termotivasi untuk mempelajarinya.

2.            Fase Retensional
Menurut Gredler, (dalam Sudibyo, E. 2001:5), fase ini bertanggung jawab atas pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode itu di dalam ingatan (memori jangka panjang). Pengkodean adalah proses pengubahan pengalaman yang diamati menjadi kode memori. Arti penting dari fase ini adalah bahwa si pengamat tidak akan dapat memperoleh manfaat dari tingkah laku yang diamati ketika model tidak hadir, kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan disimpan dalam ingatan untuk digunakan pada waktu kemudian.
Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang guru dapat menyediakan waktu pelatihan, yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergiliran, baik secara fisik maupun secara mental.Misalnya mereka dapat menvisualisasikan sendiri tahap-tahap yang telah didemonstrasikan dalam menggunakan busur, atau penggaris sebelum benar-benar melakukannya.

3.      Fase Reproduksi
Dalam fase ini kode-kode dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari tingkah laku yang baru diamati. Derajat ketelitian yang tertinggi dalam belajar mengamati adalah apabila tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara mental. Fase reproduksi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan individu. Fase reproduksi mengizinkan model untuk melihat apakah komponen-komponen urutan tingkah laku sudah dikuasai oleh si pengamat (pebelajar).Pada fase ini juga si model hendaknya memberikan umpan balik terhadap aspek-aspek yang sudah benar ataupun pada hal-hal yang masih salah dalam penampilan.
4.      Fase Motivasional
Pada fase ini si pengamat akan termotivasi untuk meniru model, sebab mereka merasa bahwa dengan berbuat seperti model, mereka akan memperoleh penguatan. Memerikan penguatan untuk suatu tingkah laku tertentu akan memotivasi pengamat (pebelajar) untuk berunjuk perbuatan. Aplikasi fase motivasi di dalam kelas dalam pembelajaran pemodelan sering berupa pujian atau pemberian nilai.

2.      Belajar Vicarious
Sebagian besar belajar observasional termotivasi oleh harapan bahwa meniru model dengan baik akan menuju pada pada reinforcement. Akan tetapi, akan ada orang yang belajar dengan melihat orang diberi reinforcement atau dihukum waktu terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut belajar “vicarious”.
Guru-guru dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious.Bila seorang murid berkelakuan tidak baik, guru memperhatikan anak-anak yang bekerja dengan baik dan memuji mereka karena pekerjaan mereka yang baik itu. Anak yang nakal itu melihat bahwa bekerja memperoleh reinforcement sehingga ia pun kembali.
3.      Perilaku Diatur-Sendiri (Self-Regulated Behavior)
Bandura mengatakan bahwa perilaku manusia sebagian besar merupakan perilaku yang diatur oleh dirinya sendiri (self-regulated behavior). Manusia belajar suatu standar performa (performance standards), yang menjadi dasar evaluasi diri. Apabila tindakan seseorang bisa sesuai atau bahkan melebihi standar performa, maka ia akan dinilai positif, tetapi sebaliknya, bila dia tidak mampu berperilaku sesuai standar, dengan kata lain performanya dibawah standar, maka ia akan dinilai negatif.
Bandura berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi reinforcement atau  hukuman pada dirinya sendiri.Kita semua mengetahui bila kita berbuat kurang daripada yang sebenarnya.Untuk dapat membuat pertimbangan-pertimbangan ini, kita harus mempunyai harapan tentang penampilan kita sendiri. Seorang siswa mungkin sudah merasa senang sekali memperoleh 90% betul dalam suatu tes, tetapi anak yang lain mungkin masih kecewa.

2.3      Penerapan Teori Belajar Sosial

 -Upaya Peningkatan Minat  Baca dalam  Keluarga
Minat baca seseorang dapat diartikan sebagai kecenderungan hati yang tinggi orang tersebut kepada suatu sumber bacaan tertentu. Minat baca yang dikembangkan dalam keluarga terutama sejak usia dini selanjutnya dapat dijadikan  landasan bagi berkembangnya budaya baca.
Interaksi yang terjalin antara orang tua dan anaknya akan sangat berpengaruh pada pembentukan pribadi seorang anak dengan interaksi yang baik dan hangat, anak akan mendapatkan pengalaman yang sangat berarti dan mewarnai sikap , perilaku serta kepribadian yang pada akhirnya akan membentuk konsep dirinya . Anak amanah  bagi kedua orang tuanya yang masih bersih dan merupakan permata yang sangat berharga.
Keluarga sebagai bagian terkecil dari sistem sosial negara merupakan tempat pendidikan generasi penerus yang pertama dan utama. Dalam keluarga pula dikembangkan nilai-nilai yang akan membentuk ketika seorang anak menjadi dewasa kelak. Pada awalnya melalui proses pendidikan di lingkungan keluarga , anak-anak mulai dikenalkan dengan nilai-nilai budaya , budi pekerti yang berlaku dalam masyarakat . Anak menjadi paham sikap apa yang tidak boleh dan apa yang boleh dilakukan . Melalui proses ini anak-anak mulai mengenal tata cara yang berlaku dalam masyarakat sehingga akan meningkatkan kualitas hidupnya.
Saat ini minat baca khususnya di Indonesia dapat dikatakan  masih rendah seperti pada paparan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006, ternyata masyarakat Indonesia lebih memilih menonton TV (85 %) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca Koran (23, 5%) .Data-data diatas menunjukkan bahwa minat baca di Indonesia masih rendah . Maka disinilah peran keluarga dalam menanamkan  minat baca anak semenjak dini terus menerus di lakukan agar dapat menciptakan generasi penerus yang mempunyai minat baca tinggi.
Peran keluarga dalam  memberikan  keteladanan  untuk  memotivasi anak-anaknya agar  menggemari  budaya membaca dapat dilakukan dengan membangun sebuah perpustakaan keluarga sehingga dalam saat-saat senggangnya sebuah keluarga dapat berkumpul di suatu tempat yang dijadikan perpustakaan keluarga sehingga akan tercipta budaya membaca dengan sendirinya tanpa pihak orang tua harus memaksa-maksa anak untuk membaca buku-buku pelajaran misalnya:  Orang tua juga dituntut untuk memberikan keteladanan untuk menyukai membaca buku-buku yang bermutu sehingga anak akan meniru kebiasaan ini dan tidak akan terjerumus dengan membaca buku-buku yang tidak baik seperti buku-buku porrnografi misalnya. Maka sesuai dengan teori Bandura dimana orang tuanya sebagai model yang akan ditiru oleh anaknya, maka apa yang akan dilakukan orang tuanya akan dilakukan pula oleh anaknya. Orang tua menggemari membaca , maka anaknyapun akan mempunyai kebiasaan pula membaca tanpa harus ada keterpaksaan.

2.4      Contoh Aplikasi Teori Belajar Sosial
            Contoh aplikasi teori belajar Bandura adalah ketika seorang anak belajar untuk mengendarai sepeda. Ditahap perhatian, si anak akan tertarik mengamati para pengendara sepeda dibanding dengan orang yang melakukan aktifitas lain yang dia anggap kurang menarik. Oleh karena itu, ia akan mengamati bagaimana seseorang mengayuh sepeda. Selanjutnya pada tahap penyimpanan dalam ingatan si anak akan tersimpan bahwa bersepeda itu menyenangkan dan suatu saat jika waktunya tepat ia akan meminta ayahnya (semisal) untuk mengajarinya mengendarai sepeda. Semuanya itu kemudian dilaksanakan pada tahap reproduksi di mana si anak kemudian benar-benar belajar mengendarai sepeda bersama sang ayah. Ketika anak itu sudah berhasil, di sinilah tugas sang ayah untuk memberi reward sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilan sang anak sekaligus merupakan tahap motivasi. Beberapa contoh lain dijelaskan dalam poin-poin berikut:
·         Iklan mie instan, di iklan tersebut diperlihatkan seseorang yang sedang melihat orang lain makan mie instan dengan nikmatnya, membuatnya pada akhirnya makan mie instan yang sama.
·         Melihat kecelakaan di konser sebuah band nasional yang mengakibatkan seseorang meninggal, seorang pemudi yang tadinya hendak menonton konser band tersebut di kotanya menggagalkan niatnya.
·         Iklan sebuah pasta gigi memperlihatkan seorang anak yang meniru kebiasaan ayahnya makan, ribut sendiri karena menonton bola, dan cara ayahnya menggosok gigi.
·         Seorang balita yang kecanduan rokok dan berkata kasar karena lingkungan (orang-orang dewasa) sekitar terbiasa merokok dan berkata kasar.
·         Seorang anak melompat dari lantai 4 sebuah rumah susun dengan menggunakan seprai setelah melihat film superhero.
·         Sosialisasi penggunaan helm dan mengendarai motor yang baik menggunakan suatu film pendek yang mengilustrasikan seorang pemuda yang naik motor ugal-ugalan dan tidak memakai helm, berakibat fatal; kaum muda yang melihatnya menggunakan helm dan berkendara aman tak hanya untuk menghindari ditilang polisi, tetapi untuk mengamankan dirinya.
·         Serangkaian novel yang bercerita tentang percintaan vampir dengan manusia menjadi bestseller, memacu penulis lain untuk menulis novel-novel yang bercerita tentang percintaan vampir-manusia.

2.5  Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Sosial

a.       Kelemahan Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan ( modeling ), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.

b.      Kelebihan Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata – mata reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning ( pembiasan merespon ) dan imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor social dan kognitif.










 C.    PENUTUP
-Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat di simpulkan  bahwa : Teori belajar sosial atau teori observasional dikembangkan oleh Albert Bandura (1969), seorang tokoh psikologi yang menganut aliran Behaviorisme.Bandura kini menjabat sebagai David Starr Jordan Professor of Social Science di Fakultas Psikologi Universitas Stanford.
Teori  belajar sosial adalah pembelajaran yang terjadi ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain. Dengan kata lain, informasi diperoleh dengan memerhatikan kejadian-kejadian dalam lingkungan. Dalam percobaan boneka Bobo, Bandura mengilustrasikan bagaimana pembelajaran sosial dapat terjadi bahkan dengan menyaksikan seorang model yang tidak diperkuat atau dihukum.Dalam eksperimen tersebut, anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.Eksperimen tersebut juga menunjukkan perbedaan pembelajaran dan kinerja.Model determinisme pembelajaran resiprokal Albert Bandura mencakup tiga  faktor utama : person/kognisi, perilaku, dan lingkungannya. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura belakangan ini adalah self-efficiacy, keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai  dan menghasilkan hasil positif.
Konsep utama dari teori belajar Albert Bandura adalah pemodelan, belajar vicarious, dan perilaku diatur-sendiri.Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial.Bandura mengklasifikasi empat fase belajar dari pemodelan, yaitufase atensi yang merupakan fasememberikan perhatian pada suatu model, faseretensional yang merupakan fase  pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode itu di dalam ingatan (memori jangka panjang),  fase reproduksi yang merupakan fase dimana kode-kode dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari tingkah laku yang baru diamati, dan yang terakhir adalah fase motivasional yang merupakan fase dimana si pengamat akan termotivasi untuk meniru model, sebab mereka merasa bahwa dengan berbuat seperti model, mereka akan memperoleh penguatan.Belajar Vicarious, merupakan cara belajar dengan melihat orang diberi reinforcement atau dihukum waktu terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu.Perilaku diatur-sendiri, Bandura mengatakan bahwa perilaku manusia sebagian besar merupakan perilaku yang diatur oleh dirinya sendiri (self-regulated behavior).
Teori belajarsosial Albert Bandura memiliki kekurangan dan kelebihan sebagai teori belajar. Aplikasi dari teori belajar ini telah banyak contohnya dan utamanya teori belajar sosial dapat diaplikasikan terhadap pembelajaran Matematika. Dalam proses pembelajaran menurut teori sosial Albert Bandura, seorang guru harus dapat menghadirkan model yang baik. Model yang baik harus dapat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar sehingga dapat memberi perhatian kepada si pembelajar.      

-Dengan adanya teori belajar sosial yang dikemukakan oleh  Albert Bandura  diharapkan seorang individu dalam proses peniruan ,pilihlah hal yang positif karena meniru itu bukan berarti harus sama. keyakinan dan  kemampuan diri harus di tingkatkan untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif. Individu denganefikisa diri tinggi akan memiliki komiymen yang kuat dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan tidak berhasil. Olehnya itu, elefasi diri sangat penting.






















DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga
Hergenhahn, B.R., Olson, Matthew H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar), edisi ke-7. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta : PT Bumi Aksara

http://desyandri.wordpress.com/2014/01/21/teori-belajar-sosial-albert-bandura/ Di akses pada hari Minggu 14 September 2014 pukul 16:56 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar