terima kasih sudah mau mengunjungi blog saya :)
ini postingan makalah selanjutnya Teori Humanistik
TEORI HUMANISTIK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar
adalah suatu proses perubahan pada diri individu yaitu perubahan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Perubahan sebagai hasil proses
belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan
pengetahuanya, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapanya, kemampuannya,
daya reaksinya dan daya penerimaanya.
Dalam
suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar,
secara umum teori belajar dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran
meliputi: (1) Teori Belajar Behavioristik, (2) Teori Belajar Kognitif, (3)
Teori Belajar Sosial, dan (4) Teori Belajar Humanistik.
Dari
keempat teori yang telah disebutkan di atas, di dalam makalah ini akan dibahas
salah satu dari teori-teori tersebut yaitu teori humanistik. Teori ini
mempelajari perilaku belajar peserta didik dan mengembangkan potensi yang ada
di dalam dirinya.
Untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai pemahaman tentang pengertian, tokoh-tokoh,
prinsip, implikasi, dan aplikasi dari teori humanistik ini, akan dibahas lebih
lanjut di bab selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari
teori belajar humanistik?
2.
Siapakah
tokoh-tokoh dari teori belajar humanistik?
3.
Apa sajakah
prinsip-prinsip teori belajar humanistik?
4.
Bagaimana implikasi
dari teori belajar humanistik?
5.
Seperti apa
aplikasi dari teori belajar humanistik?
1.3 Tujuan
1.
Mahasiswa mampu
memahami apa yang dimaksud dengan teori belajar humanistik.
2.
Mengenal
tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik.
3.
Mampu memahami apa
saja prinsip di dalam teori belajar humanistik.
4.
Memahami
pengimplikasian dari teori belajar humanistik dalam proses belajar.
5.
Mengetahui cara
penerapan atau pengaplikasian teori belajar humanistik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Humanistik
Dalam
teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini
sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini
lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya
yang paling ideal. Dengan kata lain,
teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal
dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam
dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk
“memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat
tercapai.
Dalam
teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan
utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar,
ialah :
1. Proses pemerolehan informasi baru,
2. Personalia informasi ini pada individu.
Teori humanistik
sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian ilmu filsafat, kepribadian
dan psikoterapi daripada bidang kajian-kajian psikologi dalam belajar. Teori
ini sangat mementingkan obyek yang dipelajari dari pada proses belajar tersebut.
Teori
humanistik ini lebih banyak membahas tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, dan mengenai proses belajar dalam bentuk
yang terbaik. Atau bisa dikatakan bahwa teori ini lebih tertarik pada
pengertian belajar dalam bentuknya yang paling sempurna dari pada pemahaman
mengenai proses belajar seperti yang selama ini telah dikaji berdasarkan
teori-teori belajar.
Di
dalam pelaksanaannya, teori ini terlihat juga dalam pendekatan belajar yang
dikemukakan oleh Ausubel. Dia berpandangan bahwa belajar bermakna atau yang
juga tergolong dalam aliran kognitif yang mengatakan bahwa belajar adalah asimilasi
penuh makna. Materi pelajaran diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan
yang sudah dimiliki.
Motivasi dan pengalaman
emosional sangat penting dalam proses belajar, karena tanpa motivasi dan
keinginan dari pihak pelajar, tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke
dalam struktur kognitif yang sudah ada.
2.2 Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik
Tokoh
penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:
a.
Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg
(1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep
dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu.
Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh
tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami
perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga
apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau
pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang
lain. Combs berpendapat
bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya
disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal
arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan
kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi
diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran
kecil (1) adalah gambaran dari persepsi
diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri
makin berkurang pengaruhnya terhadap
perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
b.
Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri
individu ada dua hal :
(1)
suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2)
kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk
mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan
sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih
maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke
arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat
menerima diri sendiri.
Maslow
membagi kebutuhan-kebutuhan (needs)
manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan
pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan
yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang
harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi
belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa
belum terpenuhi.
c.
Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902
di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari
psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat
gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah
kekerasan pada anak.
Gelar profesor diterima di Ohio
State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara
bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd
Therapy. Rogers membedakan dua tipe
belajar, yaitu:
1.
Kognitif (kebermaknaan)
2.
Experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk
memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk
pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan
siswa secara personal, berinisiatif,
evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan
pembelajaran, yaitu:
1.
Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang
tidak ada artinya.
2.
Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti
mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang
bermakna bagi siswa.
3.
Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4.
Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang
proses.
d.
Kolb
Menurut Kolb dikutip dari UNI, 2008:15
(Thobroni, Muhammad dan Alif Mustofa, 2011: 159-160) membagi tahapan belajar
menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut:
a.
Tahap pengalaman konkret
Pada tahap paling dini dalam proses belajarm
seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum
mampu memiliki kesadaraan tentang hakikat kejadian tersebut. Dia pun belum
mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu.
b.
Pengalaman aktif dan reflektif
Pada tahap kedua, siswa mulai mampu mengadakan
observasi terhadap suatu kejadian dan mulai berusaha memikirkan dan
memahaminya.
c.
Konsepualisasi
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar membuat
abstraksi atau teori tentang suatu hal yang pernah diamatinya. Siswa diharapkan
mampu membuat aturan-aturan umum (generalisasi) dari berbagai contoh kejadian
yang meskipun tampak berbeda-beda mempunyai aturan yang sama.
d.
Eksperimentasi aktif
Pada tahap akhir, siswa mampu mengaplikasi
suatu aturan umum ke situasi yang baru. Misalnya, dalam matematika, asal-usul
sebuah rumus. Akan tetapi, ia juga mampu memaknai rumus tersebut untuk
memecahkan masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya. Menurut kolb, sistem belajar
semacam ini terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung tanpa disadari
siswa.
e.
Honey Dan Mumford
Berdasarkan teori kolb, Honey dan Mmford dikutip dari
UNI, 2008: 16 (Thobroni, Muhammad dan Alif Mustofa, 2011: 160-161) membuat
penggolongan siswa menjadi empat macam, yaitu tipe siswa aktivis, reflektot, teoretis
dan pragmatis.
a.
Tipe siswa aktivis bercirikan mereka yang suka melibatkan diri pada
pengalaman-pengalaman baru. Mereka cendrung berpikiran terbuka dan mudah diajak
berdialog. Namun, siswa semacam ini biasanya kurang skeptik terhadap sesuatu.
Kadang, identik dengan sifat mudah percaya. Dalam proses belajar, mereka
menyukai metode yang mampu mendorong seseorang menemukan hal-hal barum seperti
brainstrorming atau problem solving. Akan tetapi, mereka akan cepat merasa
bosan dengan hal-hal yang memerlukan waktu lam dalam implementasi.
b.
Tipe siswa reflektor adalah sebaliknya. Mereka cendrung sangat berhati-hati
mengambil langkah. Dalam proses pengambilan keputusa, siswa tipe ini cenderung
konservatif, yaiutu mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat, baik
buruk suatu keputusan.
c.
Tipe siswa teoretis biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak
menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya sangat subjektif. Bagi mereka,
berpikir secara rasional adalah sesuatu yang penting. Mereka juga biasanya
sangat skeptik dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
d.
Tipe siswa pragmatis biasanya menaruh perhatian besar pada aspek-aspek
praktis dari segala hal. Siswa tipe ini suka berlarut-berlarut dalam membahas
aspek teoretis filosofis tertentu.
f.
Hebermas
Ahli psikologis lainnya adalah hebermas yang dalam
pandangannya bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan
lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini, hebermas
mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
a.
Belajar teknis (Technical Learning)
Dalam belajar teknis, siswa
belajar bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha
menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan
yang dibutuhkan untuk itu.
b.
Belajar praktis (practical learning)
Dalam belajar praktis, siswa
juga belajar juga belajar interaksi. Akan tetapi, pada tahap ini lebih
dipentingkan adalah interaksi antara dirinya dan orang-orang di sekelilingnya.
c.
Belajar emansipatoris (emancipatoris learning)
Dalam tahap ini, siswa berusaha
mencapai pemahaman, kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan kultural
dari suatu lingkungan.
2.3 Prinsip-Prinsip Teori Belajar Humanistik
Dalam
buku Freedom To Learn karya Carl
Rogers (Soemanto, 2006:139-140), ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistik yang penting diantaranya ialah :
a)
Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b)
Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c)
Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d)
Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e)
Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh
dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f)
Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g)
Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h)
Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik
perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang
mendalam dan lestari.
i)
Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah
dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya
sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j)
Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah
belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap
pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan
itu.
2.4 Implikasi Teori Belajar Humanistik
1. Guru sebagai fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas
guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah sebagai cara untuk memberi
kemudahan belajar dan berkualitas fasilitator.
a) Fasilitator sebaiknya memberi
perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman
kelas
b) Fasilitator membantu untuk
memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga
tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c) Dia mempercayai adanya
keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang
bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam
belajar yang bermakna tadi.
d) Dia mencoba mengatur dan
menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan
para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e) Dia menempatkan dirinya
sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh
kelompok.
f) Di dalam menanggapi
ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat
intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara
yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
g) Bilamana cuaca penerima kelas
telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang
siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan
pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
h) Dia mengambil prakarsa untuk
ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak
menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi
yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
i) Dia harus tetap waspada
terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat
selama belajar
j) Di dalam berperan sebagai seorang
fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima
keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
2. Guru mempercayai adanya
keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang
bermakna bagi dirinya sebagai kekuatan pendorong yang tersembunyi di dalam
belajar yang bermakna tadi.
3. Guru mencoba mengatur dan
menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan
para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
4. Guru menempatkan dirinya
sebgai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok
5. Guru mengambil prakarsa untuk
ikut serta dalam kelompok, perasannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut
dan juga tidak memaksanakan tetapi sebagi andil secara pribadi yang boleh saja
digunakan atau ditolak oleh siswa.
Salah
satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif
yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975
mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu
empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif
adalah :
1.
Merespon perasaan siswa
2.
Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3.
Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4.
Menghargai siswa
5.
Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6.
Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan
kebutuhan segera dari siswa)
7.
Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu
diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan
angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik
termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi
tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada
peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat
berpikir yang lebih tinggi.
2.5 Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh
atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang
diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan
motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta
didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran. (Sumanto, 1998: 235)
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student
center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan
peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara
positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya
daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1.
Merumuskan
tujuan belajar yang jelas
2.
Mengusahakan
partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas ,
jujur dan positif.
3.
Mendorong
peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas
inisiatif sendiri
4.
Mendorong
peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri
5.
Peserta
didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang
ditunjukkan.
6.
Guru
menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta
didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.
Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8.
Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta
didik. (Mulyati, 2005: 182)
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini tepat
untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah peserta didik merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik diharapkan menjadi
manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain
atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1.
Teori belajar
humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana
memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
2.
Tokoh-tokoh dari
teori humanistik ini antara lain : Arthur Combs, Maslow, Carl Rogers, Kolb, Honey
dan Mumford, dan Hebermas.
3.
Salah satu prinsip
teori belajar humanistik adalah bahwa manusia itu mempunyai kemampuan belajar
secara alami. Artinya, seseorang secara alamiah memiliki rasa ingin tahu dan
keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi terhadap dunianya.
4.
Implikasi dari
teori belajar humanistik salah satunya guru sebagai fasilitator. Guru yang fasilitatif
mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa,
meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik, dan sebagainya.
5.
Penerapan atau
aplikasi teori belajar humanistik ini tercermin dari peserta didik yang berperan sebagai pelaku utama
yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri, sedangkan guru sebagai
fasilitator (pendamping) dan motivator.
3.2 Saran
Dari makalah kami ini, kami berharap para pembaca mampu memanfaatkannya
sebagai sumber belajar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Dan tak lupa
kritik, masukan, saran, dalam bentuk apapun sangat kami hargai agar kedepannya
penulisan makalah kami menjadi lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar